Skip to main content

Sebuah Esai tentang Kehilangan

Kenapa banyak manusia yang tidak terbiasa dengan kehilangan? Pasti butuh waktu untuk menyesuaikan diri, hidup tanpa sesuatu yang hilang tersebut. Kenapa masih ingin memiliki kalau tau suatu hari nanti akan hilang?

Belakangan ini, aku kehilangan banyak. Salah satunya, seseorang yang tadinya selalu ada. Seseorang yang tadinya terasa sempurna. Aku bahkan kehilangan pengelihatanku akan dia, aku tidak bisa melihat dia sempurna lagi. Aku pikir sosok yang tadinya sempurna itu sudah hilang, atau memang tidak pernah ada. Entah ilusi apa yang muncul di kepalaku waktu itu. Aku masih tidak percaya kalau orang itu tidak ada lagi. Ekspetasi, asumsi, dan harapan akan orang itu seperti kehilangan arah, lalu jatuh dan kesakitan.

Aku rasanya juga ingin hilang, beserta ingatan-ingatan akan dia. Tidak nyaman rasanya berada di tubuh ini, yang setiap detiknya selalu mencari dia. Aku tidak bisa menemukan dia lagi, yang ada hanya sosoknya yang lain, yang berbeda dan mengerikan. Sebelum aku sadar dia benar-benar hilang, aku melihat dia berubah mengerikan. Aku terlalu takut, maka aku lari dan bersembunyi. Aku berharap dengan lari dan bersembunyi dari dia, aku bisa benar-benar pergi. Aku berharap kakiku benar-benar membawaku pergi, bukan kembali mencari dia.

Bagaimana aku mendeskripsikan perasaan ini? Bukan kosong, justru sebaliknya, terlalu banyak. Sakit, sedih, kecewa, marah, bingung. Semua benar-benar muncul bersamaan. Masing-masing bertanya padaku, kenapa? aku juga tidak tau kenapa mereka harus muncul. Aku pikir kami baik-baik saja. Aku sibuk mencari salahku, untuk menjawab "kenapa?" tapi tidak berhasil. Tapi tidak ada yang bisa kusalahkan, jadi semuanya kembali kepadaku.

Kata orang, ini akan berakhir. Aku percaya itu, meskipun aku tidak yakin berapa lama. Tapi aku yakin aku bisa melewati ini. Nanti ketika aku sudah benar-benar pergi, aku akan mengingat hari ini, untuk tidak pernah kembali.

Comments

Popular posts from this blog

Day xx of Quarantine.

Aku sangat setuju kalau setiap hal itu punya dua sisi. Sisi negatif dan Positif. Yin dan Yang. Menurut aku hidup itu Yin dan Yang. Selalu ada sedikit hal positif dalam sesuatu, yang mungkin sangat-sangat negatif. Begitu juga sebaliknya, akan ada selalu titik negatif, dalam hal-hal yang sangat positif. Aku bisa kasih contoh, misalnya kasus kejahatan teroris, ini sangat ekstrim sih. Kalau kita mendengar tentang teroris pasti tanggapan mu langsung negatif. Bukan berarti aku membenarkan tindakan teroris ya, tapi aku bisa memaksakan untuk mencari sesuatu yang positif dalam terorisme, sesuatu yang sangat sangat negatif bagi hampir semua orang termasuk aku. Aku bilang hampir semua orang, karena pasti menurut teroris itu sendiri, ini bukan hal yang negatif kan? Menurut ku, orang yang melakukan tindakan terorisme adalah orang yang egois dan tidak punya hati, atau mungkin mereka tidak punya otak juga. Aku bisa bilang kalau terorisme bisa mengurangi jumlah penduduk yang membludak. Terorisme jug

Aku, Kamu, dan Orang-orang.

Kamu tau gak, kenapa aku suka mabuk? Tolong jangan bayangkan club-club dengan lampu-lampu disko dan pakaian seksi dulu. Aku mabuk di kamar, sendiri. Abang ku bingung waktu tau aku beli alkohol buat diminum sendiri di kamar, menurut dia aneh, tapi aku tetap suka. Kenapa? Mabuk itu seperti menyatukan pikiran mu, dan menemukan jalan keluar yang baik. Ah kamu bingung ya? Jadi, kalau aku sadar, aku hampir sebal dengan semua hal. Banyak hal yang ku proses dengan negatif tanpa mempertimbangkan sisi positif. Otak ku rasanya buntu, aku rasanya lelah dan marah. Kalau aku mabuk, sisi negatif otak ku seperti mau bekerja sama dengan sisi positifnya, menghasilkan pikiran-pikiran yang lebih baik, bahkan untuk bekerja. Aku pernah hampir membeli flask hip (kalau kamu gak tau ini apa, tolong googling), dan membawa alkohol kemana pun aku pergi, dan menegaknya waktu aku merasa terlalu nervous. Untungnya aku sadar itu akan membuat aku menjadi seorang alkoholik parah, meskipun mungkin sedikit berguna. Tapi

Cerita Tentang Aku dan Rumahku di Tengah Hutan.

Aku sedang merangkak, pelan-pelan, berusaha keluar dari tempat yang tadinya ku kira rumah. Aku salah, entah waktu itu aku buta atau kenapa. Rumah ini ada di tengah hutan. Aku tidak ingat kenapa aku bisa menemukan rumah ini. Rasanya waktu itu aku sedang melakukan perjalanan yang menyenangkan dan tiba-tiba menemukan rumah yang langsung membuatku jatuh cinta. Awalnya aku melihat tempat ini sebagai rumah yang nyaman, tempat aku bisa bersenang-senang dan beristirahat. Aku menjaga rumah ini baik-baik. Berusaha memperbaiki atapnya yang bocor, jendelanya yang retak, pagarnya yang rusak. Banyak hal-hal kecil yang sering rusak, tapi itu tidak terlalu menggangguku. Yang sedikit mengganggu adalah rumah ini selalu rusak. Aku pikir itu semua hanya kerusakan-kerusakan kecil yang bisa ku perbaiki. Ternyata aku salah. Kamu tau? ini bukan rumah yang nyaman. Tiba-tiba aku bisa melihat rumah ini secara keseluruhan, dan rumah ini bobrok, bekas ditinggal pemiliknya yang dulu. Bahkan barang-barang pemilik